Petilasan Pasir Muncang, Tempat Tetirah Bung Karno yang Luput dari Catatan Sejarah

Petilasan Pasir Muncang

Saya tidak sengaja menemukan tempat ini. Saat itu saya sedang jalan-jalan bersama keluarga menyusuri Desa Muara Jaya di Caringin, Bogor. Dari kejauhan terlihat sebuah balkon dan gazebo yang dibangun di atas sebuah bukit kecil. Penasaran, saya mendekati tempat itu. Awalnya saya kira fasilitas vila biasa. Setelah didekati ternyata itu sebuah situs bersejarah Petilasan Pasir Muncang.

Di perilasan pasir muncang terdapat sebuah prasasti yang terpasang pada batu berukuran cukup besar. Pada prasasti tertulis bahwa tempat tersebut dahulunya milik Presiden Pertama RI, Bung Karno. Beliau sering datang ke tempat itu untuk sekadar beristirahat menikmati keindahan alam sambil berdialog dengan masyarakat setempat. Dituliskan juga Bung Karno sering melaksanakan kegiatan spiritualnya di tempat ini. Parasasti ditandatangani oleh ahli waris Bung Karno, Guruh Sukarno Putra dan Deputi Gubernur Bank Indonesia Budi Rochadi. Titi mangsanya tertanggal 22 November 2010, masih sangat baru untuk ukuran situs bersejarah.

Petilasan Pasir Muncang

Petilasan Pasir Muncang terletak di Desa Pasir Muncang, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor. Tempat ini ditemukan saat Bank Indonesia membeli lahan seluas 17 hektar untuk pusat pendidikan dan latihan. Ketika membuka lahan para pekerja menemukan reruntuhan berupa tangga berundak di bawah pohon tanjung berusia tua berdiameter 1,5 meter. Selidik punya selidik rupanya dahulu Bung Karno pernah memiliki tempat ini, luasnya sekitar 0,5 hektar.

Atas informasi tersebut, Bank Indonesia memugar dan merehabilitasinya. Petilasan Pasir Muncang secara resmi dibuka pada tahun 2010 lalu. Kini berdiri sebuah pesanggrahan sederhana berupa sebuah balkon dan gazebo. Dari balkon kita bisa melihat hamparan sawah dan kebun sayur.

Petilasan Pasir Muncang

Tempat ini sangat jarang dijumpai dalam catatan sejarah atau referensi lainnya. Setidaknya saya tidak menemukannya di sumber-sumber umum. Hanya ada di pemberitaan yang merujuk pada pembukaan dan peresmian tempat ini. Mungkin kalangan keluarga Bung Karno mengetahui detail-detailnya.

Cerita-cerita penduduk

Terbayang oleh saya, wajar saja bila si Bung cukup kerasan berada di tempat ini. Letaknya berada di bibir lembah, di bawahnya terhampar sawah dan kebun sejauh mata memandang. Dari sini kita bisa melihat aktivitas petani dan warga desa. Terdapat juga jalan setapak dari balkon ke areal sawah. Mungkin sesekali si Bung turun untuk menyapa para petani.

Petilasan Pasir Muncang

Beberapa warga yang berusia lanjut mengetahui bila Bung Karno sering datang ke sini. Sekitar tahun 1964-1965 Bung Karno sering terlihat ditemani Nyonya Hartini Sukarno. Mereka datang dikawal pasukan kepresidenan Cakrabirawa yang legendaris. Di sini, si Bung suka mengundang anak-anak kecil sekitar desa untuk sekadar menyanyi bersama di bawah pohon tanjung.

Konon, tepat di bawah pohon tersebut terdapat saung yang disebut “Saung Kirai” oleh penduduk setempat. Apa maknanya saya tidak tahu, katanya hanya begitu saja dinamakan. Setelah di googling pun saya tak menemukan makna yang pas selain istilah yang mengarah ke nama sebuah restoran sunda. Di saung ini Bung Karno sering terlihat merenung. Kini saung itu sudah tidak ada lagi, digantikan gazebo terbuka berbentuk segi empat.

Akses masuk

Akses masuk Petilasan Pasir Muncang menghadap langsung ke jalan utama Sukabumi-Bogor. Dari arah Bogor, letaknya kira-kira sekitar 1 km setelah melewati pasar Caringin. Namun saya masuk tidak melewati pintu utama. Tapi menyelinap lewat jalan belakang, sebuah jalan kecil yang membelah Desa Muara Jaya. Tidak ada portal atau pagar antara jalan desa dengan fasilitas tersebut. Saat saya masuk ke sana tidak ada penjagaan dan tidak melihat penjaga juga. Jadi saya masuk “slonong boy” saja tak pakai lapor.

Saya juga tidak tahu, apakah tempat ini terbuka untuk publik atau tidak. Hanya saja tempat ini berada di kawasan privat yang dikuasai Bank Indonesia. Mungkin terbuka untuk dikunjungi oleh keluarga dan karyawan Bank Indonesia. Karena selain tempat pelatihan, kawasan tersebut juga sekaligus menjadi tempat peristirahatan karyawan. Bagi masyarakat umum, saya tidak tahu persis apakah bebas masuk atau harus mengajukan ijin terlebih dahulu.

Area situs bersejarah hanya sekitar setengah hektar. Sisanya merupakan fasilitas pendidikan dan peristirahatan milik Bank Indonesia. Disekitar lokasi banyak papan nama berupa petunjuk kalau tanah ini dimilki oleh Bank Indonesia. Bahkan di beberapa titik terlihat papan peringatan dengan tulisan mencolok, “Dilarang Masuk, Area Rumah Istirahat Bank Indonesia, Pasal 551 KUHP”. Cukup menakutkan bukan?

Mungkin bila para pembaca ingin berkunjung tidak ada salahnya lapor saja ke pos jaga yang ada di depan. Daripada kena pasal-pasal KUHP yang saya sendiri juga tidak tahu apa isinya 🙂