Pada liburan lebaran lalu saya menyempatkan jalan-jalan di Kota Bandung. Masih dalam suasana lebaran, jadi rombongan yang ikut lumayan besar.
Destinasi yang dipilih Goa Belanda dan Goa Jepang yang ada di Taman Hutan Raya (Tahura) Djuanda. Letaknya di daerah Dago, lebih populer dengan sebutan Dago Pakar. Pintu gerbang masuknya sekitar 2-3 km dari terminal Dago.
Tahura Djuanda sebenarnya kompleks taman hutan yang cukup luas, sekitar 590 hektar. Hutan ini masih menyatu dengan taman Maribaya yang ada di lembang. Untuk menjelajahi keseluruhan areal diperlukan waktu lebih dari 3 jam ukuran petugas patroli. Bila kita yang menjelajah belum tentu seharian bisa rampung. Objek-objek yang sering dijadikan tujuan wisata cukup banyak. Sebut saja misalnya, curug lalay, curug dago, penangkaran rusa, museum Djuanda, benteng Pasir Malang, dan lain-lainnya.
Mengingat luasnya tempat ini, pintu masuknya pun terbagi dalam beberapa lokasi yang berjauhan, yakni pintu masuk dari kawasan Dago Pakar, pintu masuk lewat PLN Ciburial, dan pintu masuk lewat Maribaya-Lembang. Jarak dari pintu masuk Dago Pakar ke pintu masuk Maribaya lumayan jauh, sekitar 2-3 jam jalan kaki orang dewasa melewati jalan setapak.
Saya berkunjung dalam rombongan keluarga lengkap dengan anak-anak kecilnya. Jadi tujuannya pun terbatas hanya ke objek-objek yang mudah dijangkau saja. Salah satunya adalah Goa Belanda dan Goa Jepang. Saya masuk lewat pintu gerbang Dago.
Goa Belanda menjadi tujuan pertama. Posisinya sekitar 1 km dari pintu gerbang. Disebut Goa Belanda karena bangunan ini didirikan oleh Pemerintah Kolonial Belanda pada tahun 1912. Tujuan pembangunan goa ini untuk terowongan penyadapan aliran Sungai Cikapundung. Aliran sungai tersebut digunakan oleh PLTA Bengkok.
Pada masa perang dunia II, sekitar tahun 1941, Belanda memanfaatkan goa ini sebagai fasilitas militer. Salah satu fungsinya sebagai stasiun radio telekomunikasi. Ukuran Goa Belanda cukup luas, terdiri dari 15 lorong dengan 2 pintu masuk setinggi 3,2 meter. Total panjang lorongnya 547 meter yang mencakup areal seluas 0,6 hektar.
Goa Jepang terletak sekitar 600 meter dari pintu gerbang. Goa Jepang dibangun oleh militer Jepang pada tahun 1942. Goa ini dijadikan fasilitas barak militer dan perlindungan. Goa Jepang memiliki empat pintu masuk. Tiga pintu masuk saling terhubung, sedangkan satu sebagai pengecoh. Goa Jepang lebih kecil dari Goa Belanda. Panjang lorongnya kurang lebih hanya sekitar 70 meter.
Konon, goa ini dibangun oleh para romusha alias rakyat Indonesia yang dimobilisasi sebagai pekerja paksa. Ruangan-ruangan di Goa Jepang terdiri dari tempat istirahat Panglima Jepang dan para serdadunya.
Berbeda dengan Goa Belanda dimana lantai goa telah ditembok beton, dinding goa Jepang hanya diperkuat dengan susunan bebatuan.Namun jangan khawatir goa ini terlihat cukup kokoh dan stabil. Untuk menjelajah kedalamnya mutlak diperlukan lampu senter. Bila Anda tidak membawanya bisa menyewa dari pengelola, harganya Rp. 3000 rupiah per senter. Juga tersedia pemandu yang siap Anda sewa. Pemandu berasal dari masyarakat setempat yang telah dilatih mengenai sejarah dan keadaan goa oleh pengelola.
Terus menelusuri jalan setapak atau jogging track ke arah atas, kita akan dibawa ke kantor pengelola Tahura Djuanda. Jalan setapak yang dilalui sudah di konblok menembus hutan tropis. Jalan ini menghubungkan Goa Jepang dengan areal kantor pengelola Tahura. Di areal ini terdapat berbagai fasilitas, seperti kantor pengelola, lapangan tenis, mushola, kantin, museum, wisma tamu dan tempat bermain anak-anak.
Hal yang menarik lainnya di Tahura Djuanda adalah keberadaan Museum Ir. H Djuanda. Museum ini menyimpan berbagai koleksi yang berkenaan dengan tahura, baik koleksi sejarah maupun keanekaragaman hayatinya. Salah satu yang jelas terpampang adalah macan tutul yang telah dikeraskan, yang menandakan bahwa ditempat ini dulunya dihuni juga oleh macan.
Di bagian belakang kantor pengelola terdapat beberapa wisma tamu dengan 2-3 kamar. Wisma ini bisa dipesan oleh pengunjung yang berminat. Sayang dari penampilannya, wisma-wisma tersebut seperti tidak terawat. Sebagian bahkan terlihat sangat kotor.
Di samping kantor pengelola Tahura Djuanda, terhampar area plasa. Di tengah plasa terdapat statu berupa patung Ir. H. Djuanda setengah badan. Di areal ini terdapat situ kecil, di dekatnya ada panggung hiburan yang cukup besar.
Di bagian depan plasa terdapat fasilitas bermain untuk anak-anak. Fasilitasnya cukup lengkap dan luas. Mulai dari permainan ungkat-ungkit, perosotan hingga flying fox.
Berwisata ke Tahura Djuanda sangat terjangkau. Berikut rincian tiket masuk saat ini:
Update harga tiket Juli 2015
Tiket masuk : Rp. 10.000 per orang
Asuransi : Rp. 1000 per orang
Parkir mobil : Rp. 10.000 per mobil
Parkir motor : Rp. 5.000 per motorKhusus untuk turis mancanegara tiket masuknya: Rp. 75.000 + Asuransi Rp. 1.000 per orang